21.49

Bastian menarik nafas, mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintu kamar mama papanya.

Hari ini Bastian ingin memberitahukan segalanya soal Aletta pada mama papa. Semoga keputusan ini gak akan membuat Bastian menyesal nantinya.

Begitu ia merasa siap, Bastian mengetuk pintu kamar kedua orang tuanya. Dari dalam ada suara mama yang menyahut untuk menyuruh langsung masuk.

Begitu Bastian membuka pintu kamar kedua orang tuanya, hawa dingin dari AC langsung menyeruak. Typical papa yang suka dingin-dingin di kamar.

“Kenapa, Yan?” Tanya mama yang lagi rebahan di samping papa. Keduanya sedang menonton televisi.

“Ada yang mau aku omongin.” Bastian mendudukkan dirinya di pinggir kasur.

Papa yang mendengar perkataan Bastian langsung mendudukkan dirinya. Sepertinya apa yang mau di bicarakan Bastian serius.

“Tutup dulu pintunya, nanti Juna sama Sisi nguping.” Titah sang papa.

Bastian terkekeh tapi tetap menuruti perintah sang papa.

“Kenapa? Sini duduk diatas aja?” Mama menepuk tempat kosong yang berada di sebelahnya.

Bastian menuruti mama nya, ia lalu duduk di tengah-tengah kedua orangtuanya.

“Ma,”

“Kenapa, Kakak?”

“Mama pengen punya cucu berapa?”

Mama terlihat berfikir sebelum menjawab pertanyaan Bastian. Cukup lama sampai membuat Bastian gugup.

“Mama sih terserah anak mama aja mau punya anak berapa. Mama mah gak mau nuntut kalian. Tapi kalau papa sih gak tau.”

Mama melirik papa yang sedari tadi masih menonton televisi.

“Papa gak mau nuntut soal anak ke kalian. Terserah istri kalian aja mau punya anak apa enggak. Gak punya cucu juga gak papa. Lagian anak papa udah banyak, tingkahnya juga pada masih kayak anak umur lima tahun.” Jawab papa masih dengan pandangan yang tertuju ke televisi.

“Kenapa emang? Aletta gamau punya anak ya?” Mama mengelus pundak Bastian. “Gak papa kakak, kamu gak bisa maksa Aletta. Kalau gak mau yaudah, itu hak dia kan.”

Papa mengangguk setuju. “Iya, be a gentleman dong, Bas. Kayak yang papa ajarin. Kalau sama cewek ga boleh banyak mau.”

Bastian tersenyum begitu mendengar perkataan kedua orang tuanya. Cukup lega, karena dua hari kemaren Bastian benar-benar tidak tenang tentang masalah ini.

“Iya aku gak maksa Aletta kok.” Bastian mengulas senyum menatap mama. “Aletta gak bisa hamil, ma.”

“Kok?”

“Dulu waktu masih kuliah dia suka pendarahan berat gitu selama datang bulan. Bahkan sampai berbulan-bulan sampai ganggu aktivitas dia. Bahkan sampai sering di opname karena pingsan. Sampe akhirnya Aletta udah gak tahan, jadi dia jalanin prosedur histerektomi.”

“Kamu udah tau dari lama?” Tanya papa.

“Bahkan aku yang nungguin operasi dia, pa.”

“Kamu gak papa tapi kan?” Papa kembali bertanya.

“Aku gak papa, asal Aletta sehat aku gak papa. Aku bisa adopsi anak kalau memang Aletta pengen punya anak. Aku gak akan nuntut apapun dari Aletta, pa. Asal dia sehat aku udah seneng.”

Mama dan papa mengusap bahu Bastian bangga.

“Jadi gak papa kan? Walau Aletta gak bisa hamil?”

“Kok tanya mama papa? Kan yang jadi suami Aletta kamu. Harusnya mama sama papa yang nanya, kamu gak papa walaupun Aletta gak bisa kasih kamu anak?” Jelas si mama.

“Aku nikahin Aletta bukan karena mau punya anak. Aku mau hidup sama dia.”

“Lu denger, Jun?”

“Kaga, mas. Malvin denger gak?”

“Enggak sumpah, pada ngomongin apa dah? Sisi denger gak?”

“Idih pada budek ya lu?”

“Emang lu denger dek?”

“Enggak a'.”

Itu tadi percakapan Damar, Arjuna, Malvin dan Brisia yang daritadi nguping di depan kamar mama papa.