22.01

“Hi,”

Januar tersenyum begitu Akasa duduk di kursi penumpang disampingnya.

“Hi, beautiful Akasa as always.” Januar merentangkan tangannya. “Come here.”

Akasa menghambur kedalam pelukan Januar. Malam ini Januar memakai kaos putih yang di lapisi jacket abu-abu dan pakai celana pendek. Seperti biasa, Januar gantengnya effortless.

“How's your day?” Tanya Januar.

“Bete, tadi ada kuis dadakan dan sekarang aku masih pusing. Tadi juga Renja chat kalau ternyata besok kelas Teori Sosiologi di reschedule. Padahal aku udah ngebut buat bikin ppt.”

Januar tertawa lalu mengelus rambut Akasa dengan sayang.

“Jadi hari ini harus pakai robbers atau lagu lain?”

“Boleh lagu jedag-jedug ga kak?”

Januar mengernyitkan dahinya, ia tidak menatap Akasa karena kini ia menjalankan mobilnya dan fokus pada jalanan.

“Jedag-jedug itu gimana?”

“Ah lagu apa aja deh, yang enak buat di nyanyiin sambil teriak-teriak.”

Januar mengangguk, saat di lampu merah ia lalu memilih lagu yang ada di playlist nya.

Akasa menyeringai begitu mendengar lagu yang Januar putar.

“It's everyday.”

Januar tersenyum lalu mengangguk, “it's Ariana Grande.”

“As always, kak Janu.”

Januar tidak bisa menghilangkan senyumnya sepanjang menyetir mobilnya membelah jalanan kota malam ini. Akasa di sampingnya dengan lugas mengeluarkan suaranya dan menyanyikan salah satu lagu favorit nya.

“Oh iya, sa. Di belakang ada paket coba kamu buka deh.”

Akasa langsung mengambil paket yang ada di kursi belakang, ia menggoyangkan paket itu sebelum bertanya ke Januar.

“Ini apa?”

“Perfume.”

“Ariana?”

“Ya, pakai ya?”

Akasa menghela nafas. Mau marah tapi gak bisa. Awak Januar beli perfume yang Ariana keluarkan Akasa masih bisa marah.

Soalnya Januar beli tuh di kasih buat Akasa, dan beli nya gak satu kali tapi ini sudah kelima kalinya.

Tapi waktu tau alasannya Akasa ngerasa bersalah banget udah marah ke Januar.

“Ariana makes me happy, sa.” Kata Januar hari itu dengan senyum sampai lesung pipinya terpampang jelas.

“Makasih ya, kak Janu.” Akhirnya hanya itu yang bisa Akasa katakan. Padahal dia gak enak banget sama Januar.

“No need to, Sa.”

Lagu selanjutnya yang terputar adalah it's not living milik the 1975.

“Lagu kita berdua nih.”

“Lagu kita berdua and you're wearing my hoodie tonight. What a beautiful night, ya?”

Senyum Januar mengembang. Ia menatap Akasa lekat, mumpung lampu merah. Tapi gak tau ini karena lampu merah atau gimana, tapi muka Akasa merah banget.

“You're blushing.” Tangan Januar terulur untuk mencubit pipi Akasa.

“Aku kira kakak gak notice.”

Januar terkekeh. “Suits on you. Look so cute.”

Saat lampu hijau menyala, Januar mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Akasa.

Hari ini mereka keliling Jakarta sampai jam 2 pagi. Mulai dari Bintaro ke Menteng sampai ke Depok.

“Akasa.” Panggil Januar tepat saat ia memarkir mobilnya di halaman rumah Akasa.

“Aku mau buat tato, nanti, belum tau kapan, tapi aku mau bilang ke kamu sekarang.”

“Serius?” Akasa terlihat terkejut.

“Iya. With your name, boleh gak?”

Akasa tersenyum. “Aku gak keberatan sih, it's up to you. Emang mau dimana?”

“Di tempat yang cuma kamu yang bisa liat. Nanti.”

“Nanti?”

“Ya. When you're ready.”

Akasa hanya terdiam.

“Whenever you ready, Sa. Kalau tato nya udah ada pasti kamu bakal lihat.”