22.44
Jadi hari ini Rawindra sekeluarga beserta para ceweknya dan teman band Malvin ke Malioboro.
Malvin gak ngerti ini papa gimana caranya bisa nyiapin segala peralatan buat ngamen dengan lengkap.
Begitu selesai ngamen mereka semua langsung pulang. Sebenarnya papa ke Malioboro juga buat ini doang, pengen pamer ke teman-temannya yang ada di Kalimantan.
Begitu sampe di villa, Rawindra sekeluarga masih ngumpul di ruang keluarga.
Kalau yang lain ada di rumah yang lain.
Jadi villa ini tuh punya temen si papa. Villa nya gede banget. Ada tiga rumah.
Rumah utama, di tempatin sama Rawindra sekeluarga. Jalan dikit sekitar dua meter ada rumah kedua yang di tempatin sama cewek-cewek yang di bawa pejantan Rawindra.
Sedangkan teman band Malvin ada di rumah bagian belakang yang sedikit lebih kecil. Mungkin hanya bisa nampung 5-6 orang.
Ruang keluarga rumah utama sekarang lagi nonton Mata Najwa sambil nyemil bakpia yang di beli mama tadi.
“Jun, diem napa kaki lu.” Damar menendang kaki Arjuna yang sedari tadi bergoyang.
Yang ditendang kakinya malah makin nambah goyangnya kayak cacing kepanasan sampe badannya juga ikut goyang.
“Sok, Bastian katanya mau ngomong. Hayu atuh ganteng.” Kata si mama yang baru saja ingat kalau Bastian mau membicarakan sesuatu yang penting.
Begitu dengar mama ngomong begitu, Malvin selaku yang memegang remote tv langsung mengecilkan volume tv agar tidak menggangu pembicaraan mereka.
Brisia yang tadinya pakai earphone juga langsung melepasnya. Begitu juga Jevian dan Jovian yang tadinya lagi mabar langsung mematikan handphonenya.
Bastian langsung menegakkan badannya lalu menatap papa nya. Papa hanya mengangguk singkat untuk mempersilahkan Bastian berbicara.
“Aku mau nikah.” Kata Bastian seketika membuat ruangan yang tadinya sepi senyap menjadi ramai.
“Sudah kuduga sih.” Kata Damar sambil mengusap dagunya.
“Ihiyyy, kakak ku sold out satu.” Kata Brisia.
“Mantab, aku bangga padamu kakak.” Ini kata Malvin.
“Suit suit, cieee ngihaaa mbeee oink oink meowww.” Kalau yang ini harus di sebut gak? Ini Arjuna.
“Lu tuh kenapa si, Jun.” Jevian yang geram langsung memukul punggung Arjuna.
Bastian berdehem membuat para adiknya langsung terdiam.
“Mungkin tahun depan atau bahkan bisa lebih cepat. Kakak minta doanya, semoga aja di perlancar.”
Jovian yang sedari tadi berdiam akhirnya pun angkat bicara. “Orang tua Aletta udah tau?”
“Udah. Mama papa pulang dari sini rencananya mau nyamper orang tua Aletta. Kalau kalian lowong juga bisa ikut.” Jawab Bastian yang langsung diangguki oleh para adiknya kecuali Jovian.
“Gak ada yang keberatan ya?” Tanya papa. “Sisi gimana? Gak papa kan?” Papa beralih ke Brisia yang sedari tadi tersenyum menatap Bastian.
“Loh kenapa nanya gitu ke aku? Ya gak papa lah. Aku udah deket sama kak Tata juga, keluarganya juga baik. Mama juga akur sama kak Tata. Jadi ya kenapa enggak kan, kak?”
Bastian hanya tersenyum lega sembari mengelus rambut adik perempuan satu-satunya itu.
“Nah sekarang papa yang mau ngomong.” Papa berdehem. “Jovian, mau sampe kapan marah sama papanya?”
“Hii, takut.” Mama terkikik geli begitu melihat wajah Jovian dan papa yang tegang.
Damar menoel lengan mamanya. “Mama nih, lagi serius juga.”
Mama hanya menyengir lalu menyandarkan tubuhnya pada Jevian yang berada di sebelahnya.
“Papa minta maaf. Lima tahun yang lalu papa belum minta maaf kan sama kamu. Jadi sekarang papa minta maaf. Papa sebenarnya gak sampai hati berantem sama kamu selama ini. Cuma papa tau kamu Jo, kamu gak bakal berhenti kalau gak papa tegasin.”
Jovian menghela nafas membuat Brisia yang duduk di sebelahnya mengusap lengan sang kakak.
Semua orang tau kalau papa dan Jovian dari dulu selalu berantem. Tapi gak ada yang menyangka kalau yang kali ini akan memakan lima tahun lamanya.
Semua ini gara-gara Jovian yang dulu jadi disc jockey waktu Jovian masih semester 5 sampai-sampai IPK Jovian turun karena sibuk menerima job sana-sini.
Kabar IPK Jovian yang turun terdengar sampai ke telinga papa, sampai papa akhirnya menyusul Jovian yang berada di Jakarta.
Malam itu mereka berdebat sampai akhirnya papa menitah Bastian yang ikut bersama beliau untuk memberhentikan segala bentuk materi untuk Jovian.
Jadi selama lima tahun Jovian sama sekali gak menerima duit dari papa. Sepersen pun, walau duit kuliah masih di bayar papa karena beliau masih ingat dengan tanggung jawabnya.
Jadi selama lima tahun Jovian sudah mengerjakan berbagai macam pekerjaan demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari yang jadi waiterss sampai kerja di pencucian mobil.
Soalnya para adiknya juga dilarang papa untuk memberikan uang pada Jovian. Walau kadang Brisia suka memberi uang ke Jovian secara diam-diam karena kasian sama si Kakak.
“Aku udah maafin papa dari lama. Lagian itu juga salah aku, bukan salah papa.” Jawab Jovian.
Papa tersenyum lega lalu menarik anak laki-lakinya tersebut kedalam pelukannya. Lima tahun, udah lama banget gak peluk Jovian. Papa sampai pengen nangis.
Dan hari ini juga, Jovian gak akan menyangka kalau papa akan lebih dulu meminta maaf dan memeluk Jovian. Dan yang paling bikin Jovian tidak menyangka kalau papa memberi dia buku tabungan yang berisi uang yang tidak papa berikan selama ini ke Jovian.
“Pake ya Jo, buat apa aja. Buat kamu seneng-seneng juga gak papa. Itung-itung ini buat nebus kesalahan papa.” Kata papa lalu menepuk pundak anaknya bangga.
Selama ini papa tahu apa saja yang dialami Jovian. Maka dari itu, papa percaya kalau anak laki-lakinya yang satu ini tidak akan mengecewakan dirinya.
Tanpa disadari ada satu barisan di belakang Jovian yang berisi Jevian, Damar, Arjuna, Brisia, dan Malvin yang mengadahkan tangannya. Ingin juga mendapat uang seperti Jovian.
“Tenang udah papa transfer ke rekening masing-masing.”
Yang lain langsung bersorak membuat mama, Jovian dan Bastian tertawa.
“Tapi papa nya di cium dulu dong.”
Kali ini mereka langsung menuruti permintaan papa tanpa harus di paksa.