Waktu gue keluar dari kamar gue, langsung terdengar begitu banyak ucapan selamat ulang tahun untuk gue. Gue mengerjapkan mata begitu melihat banyak orang yang sedang berdiri di depan kamar gue, lalu pandangan gue jatuh pada cowok nyebelin yang sekarang lagi senyum kayak orang nggak punya dosa sambil megangin kue ulang tahun.
“Abis nangis, ya?” dia bahkan masih bisa jailin gue. “Lagi galau ya? Kenapa? Berantem sama pacarnya ya?”
Gue tidak menjawab, hanya memukul lengan kak Cetta sebagai gantinya. Kak Cetta hanya membalas dengan kekehan.
“Ditiup dulu nih, nanti meleleh.”
Gue menuruti kak Cetta, memejamkan mata dan mengepalkan kedua tangan gue untuk make a wish. Ada banyak harapan gue untuk umur baru gue, tapi dari semuanya gue hanya ingin berharap semua hidup gue akan selalu baik-baik saja. Gue yakin kesedihan akan selalu ada di dalam hidup, tapi walau begitu gue tetap ingin hidup gue baik-baik aja.
Setelah gue meniup lilin, semua tepuk tangan terdengar.
“Selamat ulang tahun, anak mamah.” Mamah langsung memeluk gue, mencium gue setelah gue meniup lilin.
“Makasih, Mamah. Makasih ya udah lahirin aku.”
Lalu selanjutnya ada Ibu yang memeluk gue. “Selamat bertambah umur, cah ayu, sayangnya ibu. Bahagia selalu, semoga semuanya dipermudah ya untuk Iasha.”
“Makasih, Ibu.”
Lalu selanjutnya bapak yang memeluk gue. Rasanya canggung tapi gue senang. Karena setelah sekian lama, walaupun bapak memang buka papah gue, tapi menerima pelukan hangat dari dia membuat gue sangat senang.
“Sugeng ambal warsa, anak bapak.” gue nggak tahu apa artinya tapi gue yakin itu ucapan ulang tahun. “Semoga bisa semakin berguna sebagai manusia, semakin cantik, semakin bahagia, semakin lancar semuanya. Do'a bapak selalu ada buat, cah ayu.”
Ulang tahun gue kali ini nggak seperti tahun-tahun sebelumnya yang hanya gue rayakan dengan Mamah dan mbak Dian. Tapi tahun ini ramai banget, nggak hanya kak Cetta, bapak dan Ibu yang ada di hadapan gue sekarang. Ada Deon, Gahar, Juna, Arga, Nunu, Bima, Yasa, Jeka, Hakim, mbak Yah, Pak Irwan, dan juga standee Vara karena Vara masih di Lombok.
Kita semua lagi di ruang keluarga untuk makan soto yang ternyata udah disiapin mamah, gue nggak tahu kapan mamah nyiapinnya.
“Ini siapa yang ngide bikin standee Vara sih?” tanya gue heran, gue masih nggak bisa berenti ketawa liat standee Vara.
“Gue,” jawab Gahar setelah menyuapkan sotonya. “Biar cewek gue nggak kelewat.”
“Tan, rumahnya ada kamar kosong disewain nggak?” Juna yang lagi goleran tiba-tiba nanya. “Aku kayaknya betah deh dsini.”
“Buat a' Juna mah mau gratis juga ada. Sok aja, dirumah juga sepi.” as always mamah.
“Sha,” nggak lama setelahnya Yasa muncul dari pintu membuat gue menoleh karena dia memanggil gue. Gue melongo melihat dia yang berjalan masuk karena apa yang dia bawa sekarang. “Nih, hadiah ulang tahun.”
“HAHAHAHAHAHHAHAHA BANGKE, gue udah nunggu-nunggu ini dari tadi.” tawa Deon langsung menggelegar.
“Ini buat gue, bang?”
Yasa mengangguk dengan bangga. Yang Yasa bawa adalah ayam jago yang berada di kandang. Gue nggak tau apa motivasinya dia kasih gue kado ayam jago.
“Anjir, itu sepanjang jalan tadi ribut banget.” Hakim langsung protes. “Lo aneh-aneh aja dah, Sa. Ini mau lo terima, Sha? Kayak lamaran aja anjir ngasihnya ayam jago.”
Gahar bahkan sampai tersedak mendengar itu. “Yang lamaran aja sekarang nggak ada yang ngasih ayam, jir.”
“Kan maksud gue tuh biar sruntul ada temennya. ” bela Yasa.
“Darimana anjir anjing temenan sama ayam.” Nunu langsung protes.
“Ya dari sekarang, makanya gue kasih ini.” Yasa lalu menunjuk Juna yang dari tadi anteng goleran karena kekenyangan. “Lo nggak mau kasih kado lo sekarang, Jun?”
“Ih, aneh-aneh lagi ya pasti?” gue langsung meatap Juna curiga saat dia menyeringai lebar dan keluar dari rumah. Gue lalu menatap kak Cetta yang duduk disebelah gue, dia nggak banyak omong dari tadi, cuma ikut ketawa doang. “Dia ngado apa, kak?”
“Liat aja, tuh.” katanya lalu menunjuk kearah pintu.
Dan saat itu lah semuanya tertawa waktu Juna masuk kedalam sambil membawa kadonya. Dan gue juga ikut ketawa karena gue sama sekali nggak mengira kalau dia akan memberi gue itu. Yang dia bawa sekarang adalah roti buaya, cukup besar bahkan sampai dia sendiri kewalahan.
“SIALAANNNN, Juna orgil.” Nunu yang bahkan baru hari ini kenal Juna langsung ketawa dibuatnya.
“Nih, buat lo, Sha. Met ultah, ye.”
“Makasih, bang.” gue nggak bisa menahan tawa gue saat menerima roti buaya dari Juna.
Malam itu rumah gue ramai banget, ada mamah, bapak dan ibu yang lagi ngobrol di ruang makan. Ada gue, kak Cetta, dan yang lainnya di ruang keluarga lagi ketawa-ketawa nggak jelas. Gue nggak pernah nyangka hidup gue akan seramai ini dan ada banyak orang yang sayang sama gue. Semuanya mungkin nggak bakal begini kalau gue nggak kenal kak Cetta.
“Cah ayu,” gue menoleh begitu mendengar suara bapak yang sedang menghampiri gue. Bapak membawa dua benda yang cukup besar, gue nggak tau itu apa. Jadi gue menghampiri bapak kebingungan. “Ini hadiah untuk Iasha dari bapak. Semoga suka ya, sayang.”
Gue langsung membuka pemberian bapak, disaksikan oleh yang lain dan kak Cetta yang berdiri disebelah gue. Ternyata bapak ngasih gue dua lukisan yang bapak lukis sendiri. Yang satu lukisan gue seorang diri, dan yang satu lagi lukisan gue bersama kak Cetta. Gue nggak pernah nerima hadiah seberarti ini sebelumnya sampai gue rasanya pengen nangis. Malam ini hati gue penuh banget.
“Bapak, makasih banyak ya.”
“Sama-sama, Iasha. Semoga suka, ya. Di lain waktu kita jadwalkan ngelukis bersama ya, Iasha. Jangan berenti ngelakuin apa yang kamu suka, bapak, ibu, dan mamah kamu akan selalu dukung Iasha ngelakuin apapun yang Iasha suka. Hdiup masih terlalu panjang Iasha untuk nggak melakukan apa yang kamu suka. Jadi lakuin aja, kalau ditengah jalan hancur berantakan, tinggal disusun lagi pelan-pelan. Kalau kamu mulai nggak sanggup sendiri, cari bantuan. Semua ada dibelakang untuk ngebantu kamu, cah ayu.”
Gue menghabiskan seumur hidup gue bertanya-tanya bagaimana rasanya kasih sayang dari seorang papah. Setiap pulang sekolah gue selalu iri dengan teman-teman gue yang dijemput papahnya. Setiap ada konten ayah dan anak di TikTok gue nggak pernah suka melihatnya. Gue selalu marah setiap mamah harus bekerja dua kali lipat untuk menghidupi gue sendirian.
Tapi sekarang gue merasakan hangatnya kasih sayang itu. Dipelukan bapak sekarang rasanya membuat gue jadi aman. Ini yang selama ini gue cari-cari.
“Happy birthday ya, Sha.” setelah semua obrolan itu akhirnya Jeka mendekati gue. Dari tadi dia nggak banyak omong, sama kayak kak Cetta.
“WADOOOOHHHH.” dan seperti dugaan, Hakim langsung heboh begitu melihat Jeka mendekati gue.
“Tenang, tenang, Cetta nya udah gue pegangin.” yang ini Nunu.
“Apa sih anjir.” kak Cetta langsung berontak saat dipeluk Nunu, gue hanya bisa tertawa melihat itu.
“Orgil,” kata Jeka melihat teman-temannya yang heboh sendiri. “Happy-happy ya sama Cetta, kalaupun sendiri juga tetap bahagia ya, Sha.”
“Makasih, Je. Kamu juga happy-happy ya, sama Rara Rara itu.”
Mendengar itu Jeka langsung menatap kak Cetta yang nyengir lebar. “Lo kan pasti yang ngasih tau?”
“Sorry, Jek, rahasia diantara pasangan itu nggak boleh
Malam itu, beberapa nginap dirumah gue, beberapa juga dirumah Jekan dan Deon. Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi, dan gue bersama kak Cetta masih duduk di bale-bale yang berada di halama depan rumah. Gue dan kak Cetta nggak banyak kesempatan ngobrol tadi, jadi kita baru punya waktu sekarang. Ada Sruntul yang berada dipangkuan gue, dan dipangkuan kak Cetta ada Srintil. Lucu rasanya orang dulu asing untuk gue sekarang jadi orang yang penting di hidup gue.
“Sruntul udah makin gede ya.” suara kak Cetta memecahkan keheningan.
“Iya, he grow up with us, kak. Kalau mau ngingat awal-awal hubungan aku sama kamu, aku tinggal liat Sruntul aja.” gue lalu menatap kak Cetta. “Kamu belum jelasin by the way kenapa kamu marah-marah nggak jelas.”
Kak Cetta tertawa setelah itu. “Ya gitu, sengaja ngerjain kamu. Sampe nangis ya? Padahl aku kira aku nggak galak banget tau. Maaf ya sayang.”
“Kamu tuh nggak pernah begitu, kak. Makanya aku kaget waktu kamu marah begitu, kayak bukan kamu banget.”
“Maaf ya, sayangku.”
“Terus itu Jeka bisa rafting juga gimana sih? Aku masih nggak ngerti deh.”
“Itu aku suruh,” dia lalu ketawa. “Aku tanya Deon kalian rafting dimana, terus aku suruh Jeka ikut rafting kesitu. Aku nggak ngira dia bakal sama mama papa nya loh, aku kira dia bakal datang sendiri.”
“Oh, jadi Deon juga bagian dari rencana kamu.”
“Hehe, maaf ya sayang.”
Menuju pagi Jatinangor ternyata lumayan dingin, dan untungnya kak Cetta ngasih jaketnya untuk dia pake. Kak Cetta sekarang pakai piercing, kayak janjinya yang bilang dia akan pakai kalau ketemu gue. Kak Cetta selalu nepatin janjinya, dan hal itu membuat gue tenang waktu dia bilang nggak akan kemana-mana, karena artinya kak Cetta akan benar-benar selalu bersama gue.
“Selamat ulang tahu ya, Iasha. Aku punya banyak banget harapan dan do'a baik untuk kamu, dan semua udah aku langitkan ke Tuhan untuk kamu. Semoga Tuhan bisa berbaik hati sama aku untuk ngabulin dan kasih kamu hal-hal baik kayak yang aku minta. Maaf kamu harus lewatin hari-hari buruk sebelumnya, tapi setelah ini kita usahain semua hal-hal baik ya, sayang. Semoga ramai, sepi, hancur, bahagia, sedih kecewa, kita tetap sama-sama.”
Kalimat kak Cetta barusan rasanya ingin gue rekam untuk selalu gue dengar kalau hari gue melelahkan. Senyum kak Cetta sekarang rasanya ingin gue abadikan kalau hari gue mulai hancur.
“Makasih kak Cetta udah selalu ada disamping aku di ramai, sepi, hancur bahagia, kecewa sedih.”
Kak Cetta tersenyum. “Aku boleh peluk, nggak?”
AAAAAAAAAA kalau dia izin begini sambil ngeliat gue dan senyum gue rasanya ingin menyublim tau nggak. Jadi gue memukul dia untuk menutupi salah tingkah gue. “Ih, kenapa sih izinnya begitu.”
“Hahaha, boleh peluk nggak sayang?”
“Boleh.”
Lalu setelahnya gue menemukan gue berada di pelukan hangan kak Cetta. Pelukannya erat sangat erat seakan dia benar-benar nggak akan melepaskan gue.
“Aku punya kado untuk kamu.”
Mendengar itu senyum gue semakin merekah. “Apa tuh?”
Dan gue masih di dalam pelukannya saat dia menjawab. “Kamu ingat nggak janji aku soal when you trust me enough?”
Gue terdiam sesaat untuk mengingat janji kak Cetta soal itu. Lalu gue teringat foto pantai yang kak Cetta kirimkan untuk gue dan dia berjanji untuk membawa gue kesana, when i trust him enough.
“Kamu udah percaya sama aku kan, Sha?”
“Selalu percaya sama kamu, kak Cetta.”
Lalu dia tersenyum. “Aku udah izin ke mamah untuk bawa kamu ke Pulau Seribu tiga hari, dan mamah kamu ngijinin. Bapak sama ibu juga ngijinin, sekarang kamu ijinin aku buat ajak kamu kesana nggak?”
“Berdua?”
Dia lalu mengangguk. “Iya berdua, tapi kalau kamu nggak nyaman kita bisa ajak anak-anak yang mau ikut.”
Gue lalu tersenyum. “Aku percaya kok sama kesucian kamu.”
Kak Cetta merespon dengan tawa dan kembali mengeratkan pelukannya. Gue nggak pernah tau bertambah umur akan sebahagia ini rasanya.