Because of Him
Kayana dapat melihat dari kejauhan bahwa tatapan Giandra selalu mengikutinya sesaat cewek itu muncul di taman tengah.
Sebelum menghampiri Giandra, Kayana menyempatkan untuk mengobrol dengan Rayden dan Athena.
“Tadinya lo sama gue.” kata Rayden sedikit berbisik.
“Terus kok jadi sama Ian, kak?”
“Dianya minta switch sama Amar.” Rayden lalu menatap Giandra yang sedari tadi memerhatikan mereka. “Noh liat aja komuk bocahnya, geli banget.”
Kayana lalu menatap Giandra. Cewek itu terkekeh geli karena terlihat sekali Giandra sedang menahan senyumannya.
Tanpa basa-basi lagi, Kayana langsung menghampiri Giandra dan duduk di hadapannya. Cowok itu berdehem, terlihat sedikit salah tingkah, tidak seperti Giandra yang biasanya.
“Sore, Kayana. Kita wawancara nya santai aja ya.” kata Giandra sedikit kaku.
Walau dia berkata bahwa wawancara berjalan dengan santai, tetapi Amar sudah berpesan sebelumnya bahwa jangan kelewat santai.
“Iya, kak.” jawab Kayana membuat Giandra menatap cewek itu dengan mata yang membulat.
Giandra dengan cepat membuang muka lalu berdehem. Cowok itu menyibukkan dirinya dengan selembar CV milik Kayana yang sedari tadi ia pegang. Kayana menahan tawanya saat Giandra mengusap tengkuknya dengan kikuk, apalagi saat ini telinganya tampak merah seperti kepiting rebus.
Giandra salah tingkah.
“To the point aja ya, Kay. Setelah liat CV kamu, ternyata kamu sama sekali gak punya pengalaman apapun di bidang organisasi ya?”
Kayana tidak menjawab, ia hanya memasang wajah terkejut membuat Giandra berdecak.
“Gak di bolehin pake gue-lo sama Amar, jadi ya gitu deh.” kata cowok itu menjelaskan.
Kayana mengangguk lalu berdehem sebelum menjawab. “Emang kalau pengalaman organisasi dalam ruang lingkup akademik belum ada, kak. Cuma kalau di luar ruang lingkup akademik aku ada beberapa pengalaman volunteer.” kata Kayana.
“Oh ya? Kok gak ada di sini?“Giandra kembali mengecek lembar kertas yang ia pegang.
“Emang gak ada, di situ cuma di suruh tulis pengalaman organisasi di SMA.” jawab Kayana.
Giandra lalu meringis. “Ntar aku sampein deh ke Amar besok-besok pengalaman organisasinya di perluas lagi, gak cuma di SMA.”
Kayana mengangguk paham. Kecanggungan yang hadir diantara mereka membuat Kayana tidak nyaman karena Giandra bersikap tidak seperti biasanya.
“Boleh di ceritain gak soal volunteer kamu?”
“Dulu setiap sabtu sama minggu aku ikut relawan pekan sampah nasional. Terus juga beberapa kali ikut jadi relawan sahabat anak.”
“Oh oke, pertanyaan interview ini bakal basic aja sih.”
“Kenapa mau ikut HIMA?” tanya Kayana yang di jawab dengan anggukan serta kekehan dari Giandra.
“Jujur awalnya karena dapat bocoran prokernya sih.”
“Dari siapa tuh?” Giandra memasang wajah jahil.
“Kak Ian.”
Jawaban Kayana membuat Giandra terbatuk dan langsung membuang mukanya. Cowok itu menyesal menanyakan hal itu pada Kayana.
“Aku tuh awalnya merasa kalau aku gak akan bisa di dalam suatu lingkup yang mana kinerjanya berpatokan sama sesuatu dan punya tujuan jelas. Tapi kayaknya siklus kehidupan manusia tuh juga gitu gak sih? Entah dalam organisasi atau enggak, hidup pasti punya satu tujuan yang harus di capai kan.”
”......”
“Jadi kayaknya, kalau aku ikut organisasi mungkin bisa jadi pelajaran untuk hidup aku saat harus mencapai satu tujuan.”
“Jadi ikut HIMA buat coba-coba?”
Giandra sedikit terkejut kala Kayana langsung menggeleng tidak setuju. Ia menerka cewek itu akan terjebak dengan pertanyaannya.
“Gak juga, sebelumnya aku udah ikut volunteer waktu lawfair. Dari situ aku udah mulai mikir, ikut organisasi gak seburuk yang aku pikirkan. Oke mungkin waktu akan tersita, tapi waktu tujuan yang harus aku penuhi tercapai, rasanya kayak berasa lebih hidup.”
“Jadi yang coba-coba itu volunteer lawfair?”
Kayana mengangguk membuat Giandra sedikit terkekeh. Ia lalu kembali melihat lembar kertas yang berada di pangkuannya.
“Terkahir. Mau masuk divisi apa?”
“Humas, kak.”
Giandra kembali berdehem. Ia masih tidak terbiasa dengan panggilan itu saat keluar dari mulut Kayana. Kayana memang tidak pernah menggunakan embel-embel yang menunjukkan bahwa Giandra lebih tua darinya saat cewek itu memanggil dia.
“Kenapa humas?”
“Karena kadepnya Giandra.” Kayana memberi jeda karena merasa salah tingkah saat melihat ada senyum simpul yang terpatri di wajah Giandra.
“Kemarin, waktu lawfair aku kerja di bawah arahan kak Ian, dari situ rasanya mungkin aku akan lebih nyaman begitu juga kalau di HIMA.”
“Kay,”
“Ya?”
“Lo tau gak kalau jawaban lo begini waktu di wawancara sama Julian atau Rayden, atau yang lain deh, pasti lo gak bakal masuk HIMA.”
“Emang kenapa?”
“Lo masuk HIMA seakan karena gue doang.”
Kayana terdiam, cewek itu sedikit menimang sebelum menyauti perkataan Giandra.
“Emang iya.”
Mata Giandra membulat, ia lalu menunjuk dirinya sendiri.
“Karena gue?”
“Iya.”
“Bukannya karena Gathra?”
Saat Giandra menyebut nama Gathra, cowok itu bisa melihat perubahan ekspresi dari Kayana yang membuat Giandra merasa bersalah.
“Well, awalnya emang iya. Tapi sebelum gue ikut volunteer lawfair gue udah gak punya niatan lagi masuk HIMA.”
”....”
“Tapi, liat lo, ngabisin waktu sama lo waktu volunteer buat gue sadar. Gue juga mau punya temen, punya tujuan, punya pekerjaan yang di amanahi ke gue, punya tanggung jawab yang bisa gua banggakan kaya yang lo lakuin.” Kayana memberi jeda.
“Jadi kalau ditanya karena apa dan siapa, jawabannya ya karena gue liat gimana kinerja lo dalam organisasi.”
Giandra masih bergeming, ia lalu menatap Rayden yang berjalan kearah mereka.
“Udah selesai?” tanya Rayden saat menyadari bahwa tidak ada percakapan sama sekali diantara Kayana dan Giandra.
“Dia masuk HIMA karena gue.” kata Giandra sambil menunjuk Kayana. Senyumnya mengembang lalu berdiri dan meninju pelan lengan Rayden.
“Dia masuk HIMA karena kak Ian, katanya.”
“Mulai deh,” kata Kayana dengan senyum simpul di wajahnya.