By Phone
Dari layarnya Selene bisa melihat jika saat ini Prabu sedang berada di dalam mobil. kentara sekali dari lampu mobil yang temaram.
“kamu belum di mess?” tanya Selene membuka percakapan.
“belum, mess aku lumayan jauh dari lokasi.” Prabu lalu sedikit menggeser handphonenya dan menampakkan Jeremy yang sedang menyetir mobil. “aku lagi sama Jeremy nih, Selene.”
“halo Selene.” Jeremy yang sedang menyetir melambaikan tangan tanpa menatap handphone sama sekali.
“halo kak Jer, apa kabar?” tanya Selene sedikit terkekeh karena mendengar Prabu berdecak.
“baik, Sel.” Jeremy sedikit mencuri pandang pada handphone Prabu. “udah sana lu ngobrol, asem banget muka lu.” lanjut Jeremy.
tidak lama layar handphone Selene kembali di penuhi oleh wajah Prabu.
“Hera nya udah pulang?” tanya Prabu.
“mau di omongin sekarang? gak tunggu nyampe aja?” tanya Selene.
sebenarnya Selene gak masalah sih mau di bahas sekarang atau nanti, tapi takutnya Jeremy yang sedang bersama Prabu jadi merasa tidak nyaman karena mendengar obrolan pribadi mereka.
“sekarang gapapa. Jeremy gak usah di anggap manusia, jadi kamu gak usah ngerasa gak nyaman.” kata Prabu.
dapat Selene dengar Jeremy memprotes tidak terima, tetapi atensinya kembali menuju Prabu saat pria itu kembali buka suara.
“udah pulang kan?”
“udah, dia cuma ambil baju dia yang ternyata masih ada disini.” Selene menghela nafas. “you didn't said kalau Hera pernah tinggal disini.”
“aku pikir lebih baik buat gak kasih tahu kamu, sayang. soalnya juga aku gak tinggal bareng sama dia. aku suruh dia tinggal disitu karena aku gak mau dia ganggu aku, datang ke apartemen aku yang di residence. jadi aku pikir biar Hera yang tinggal di anandamaya dan aku yang samper dia.” jelas Prabu panjang lebar.
Selene menghela nafas. tadinya ia merasa sangat marah ketika mengetahui fakta bahwa Hera dulunya pernah tinggal di apartemen yang ia tinggali sekarang. bukannya merasa cemburu dengan masa lalu Hera dan Prabu, tetapi gadis itu merasa malu saat ia sudah hampir marah saat Hera nyelonong masuk ke dalam apartemennya tanpa mengetahui bahwa dahulu Hera sempat tinggal di apartemen itu.
“aku gak papa kalaupun dulu kamu emang pernah tinggal bareng dia—”
“Selene, aku gak—”
“no Prabu, you listen to me. jangan potong dulu kalau aku lagi ngomong.” ucap Selene tegas yang mana membuat Prabu langsung terdiam.
Selene bisa mendengar tawa Jeremy yang tertahan lalu ia melihat Prabu melirik Jeremy sinis. Prabu lalu berinisiatif untuk memasang earphone karena masalah yang ia bahas cukup personal untuk di dengar Jeremy.
“i'm okay with that fact. it's your past, there's nothing i can do with that kan? tapi yang bikin aku marah adalah, kenapa kamu gak bilang ke aku soal ini?”
“karena aku ngerasa kamu gak perlu tahu ini. aku tau nanti akhirnya kamu malah sakit hati tau apartemen itu dulu sempet di tinggali Hera.”
“kamu gitu mulu deh Prabu, bikin spekulasi sendiri tanpa tahu aslinya gimana. kamu tau dari mana kalau aku bakal marah?”
Prabu sempat terdiam. pria itu sempat mengusap wajahnya yang terlihat lelah. sebenarnya Selene gak mau membahas ini saat Prabu baru banget pulang dari kerjanya. tetapi Prabu adalah Prabu, kalau tidak dituruti ia akan terus memaksa.
“look baby, you're mad now, that's the reason i'm not telling you about this.” kata Prabu.
“aku marah bukan karena Hera pernah tinggal disini, Prabu.” Selene menghela nafas. “kamu tau gak waktu dia masuk aku udah nyecar dia dan bilang dia gak sopan padahal faktanya dia gak tahu aku disini dan dia ngira dia masih bisa keluar masuk dengan mudah karena kamu gak bilang apapun soal apartemen ini ke dia.”
“baby, i—”
“prabu aku belum selesai ngomong.”
Prabu mengalah, “okay, go ahead.”
“dia bilang kok bisa aku gak tahu sebelumnya dia pernah tinggal disini. aku gak bilang apapun soal itu, karena jujur aku sendiri bingung kenapa kamu gak bilang ke aku.”
sempat terjadi keheningan beberapa saat diantara mereka berdua sampai akhirnya Selene kembali buka suara.
“kamu sendiri yang bilang, there's no judgement in our relationship. we love each other no matter what.”
“Selene, aku minta maaf. aku gak maksud untuk nyembunyiin ini.”
“sekarang aku tanya deh, kalau Hera hari ini gak kesini kamu mungkin gak akan pernah kasih tau hal ini ke aku kan?”
Prabu terdiam, tidak menjawab sama sekali. niat pria itu memang bukan ingin menyembunyikan hal ini, tetapi ia ingin menjaga hati Selene, takut-takut gadis itu merasa cemburu saat mengetahui fakta tersebut.
dilihat dari hubungan dia dengan Javier yang dahulu putus di karenakan Hera, Prabu takut kalau Selene kembali berpikir yang tidak-tidak soal dirinya dan Hera.
“see? lihat kamu diam sekarang berarti jawabannya iya.” Selene menghela nafas kasar. kentara sekali kalau gadis itu sedang merasa kesal.
“kenapa sih kamu tuh harus ada kejadian sesuatu dulu baru bisa cerita sama aku? bisa gak cerita ke aku tanpa harus merasa terpaksa?”
“selene aku gak terpaksa.”
“kamu terpaksa. kamu cerita karena harus ngelurusin salah paham, kalau gak ada salah paham begini kamu mana mungkin cerita sama aku kan?”
Prabu tidak menjawab, ia memilih diam.
Prabu tahu tidak ada gunanya ia mengelak, ia memang salah, ia tahu. jadi ia membiarkan Selene untuk menenangkan dirinya.
“aku udah sampe mess. kamu tenangin diri kamu dulu ya, aku mau bersih-bersih. facetime nya jangan di matiin, nanti kita ngobrol lagi.”
Dengan begitu Prabu meninggalkan handphonenya yang masih terhubung dengan Selene. pria itu mandi dan melakukan beberapa hal lainnya seperti makan dan membereskan tempat tidurnya.
sedangkan Selene kini tengah sibuk menggarap skripsinya. sampai akhirnya Prabu selesai dengan segala kegiatannya Selene pun masih berkutat dengan laptopnya tanpa sadar Prabu dengan menunggunya.
mungkin ada sekitar dua jam kemudian baru Selene tersadar jika handphonenya masih tersambung dengan Prabu.
“udah?” tanya Prabu begitu wajah Selene memenuhi layar handphone nya.
“udah.”
“sayang, aku salah, aku minta maaf. oke memang aku gak akan bilang soal Hera yang tinggal di apartemen itu kalau dia gak datang kesana. tapi trust me, semua itu aku lakuin buat kamu.” Prabu mengubah posisi tidurnya yang tidak nyaman menjadi duduk.
“you have bad relationship with Hera, dan aku gak mau hal itu jadi bikin beban pikiran yang gak perlu di kamu. aku gak membenarkan keputusan aku soal ini, tapi aku harap kamu ngerti. bukan maksudnya aku ngelakuin ini karena hal lain.”
Selene tidak langsung menjawab. gadis itu malah meletakkan handphonenya membuat Prabu terheran.
“Selene?”
“ya?”
“you okay?”
tidak berapa lama kemudian wajah Selene kembali memenuhi layar handphone Prabu.
“hey, kok nangis? Selene, look, aku—”
“kamu nyebelin banget.”
”........”
“kamu gak tau tadi dia ngeliatin aku remeh banget seakan aku bukan apa-apa di banding dia untuk kamu.”
“Selene trust me, you mean a lots for me. i'll do anything for you, and you know it.”
”......”
“udah nangisnya, kalau nangis lagi aku balik ke Jakarta nih.”
“ngancemnya jelek.”
“yaudah sekarang jangan nangis lagi oke? gak usah nangis, ya?”
“sebel banget aku sama kamu.”
“kalau kamu sebel, aku enaknya diapain coba?”
“diapain?”
“di cium,” jawab Prabu lalu nyengir.