Dari Hera
Selene melambaikan tangannya begitu Hera terlihat celingukan mencari keberadaan Selene.
Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, yang mana sudah tiga puluh menit setelah Javier pergi.
Sesuai janji, setelah Selene dan Javier bertemu, kini waktunya ia dan Hera bertemu. Sebenarnya Selene sudah bisa menebak apa yang mau Hera bicarakan.
“Mau pesen gak?” tanya Selene begitu Hera mendudukkan diri di hadapannya.
“Dessert aja, boleh gak sih?” Hera balik bertanya. Ia tidak ingin makan berat karena sebelum kesini ia sudah makan terlebih dahulu di rumah.
Hera lalu memanggil salah satu pelayan dan memesan dessert yang tersedia, begitu juga Selene.
“Udah nunggu lama?” tanya Hera begitu mereka selesai memesan pesanan mereka.
Selene menggeleng. “Gak begitu. Macet tadi kesini?”
“Lumayan.”
Selene hanya mengangguk. Ia menatap Hera yang tampak kikuk di hadapannya, tidak seperti Hera yang biasanya yang selalu terlihat penuh dengan kepercayaan diri. Hera bahkan sedari tadi hanya menunduk atau sesekali melempar pandangannya pada pemandangan diluar jendela.
“Sidang lu bareng Venus?” tanya Selene memecah keheningan.
“Enggak, gua di hari setelah Venus.”
Kembali hening diantara keduanya, sampai salah satu pelayan memberikan pesanan mereka barulah Hera kembali bicara.
“Selene,” kata Hera. “Maaf ya, soal Tama dan juga Javier.” Hera menunduk, menatap jari-jarinya.
“It's okay.”
“Still, gua bersalah sama lu. Dan soal putusnya lu dan Tama, gua tahu gua gak di posisi yang tepat buat ngomong ini. But i swear to god, Selene, gua sama Tama gak ada hubungan apapun. Soal dia yang meluk gua malam itu, itu cuma bentuk empati dia, gak lebih.”
Selene mengangguk. “Gua tau kok, Prabu not the type that will cheat. Gua cukup percaya dia soal itu. Tapi putusnya gua sama Prabu bukan karena lu kok, Ra. It's just masalah kita berdua yang ternyata belum siap untuk kembali mulai suatu hubungan.
Gua sayang sama Prabu, Prabu pun sayang sama gua. Tapi itu semua gak menutup kemungkinan kita gak bakal nyakitin satu sama lain. Let's say we still have a fear because our past.”
Mendengar penjelasan Selene, Hera semakin tertunduk. Ia sadar apa yang ia lakukan pada Selene sangat salah, apalagi posisinya Selene adalah teman baiknya sejak mereka awal kuliah.
Hera tidak mempunyai pembelaan apapun, ia jahat dan ia akui. Walau banyak orang yang bilang kalau manusia tidak akan luput dari kesalahan. Tapi untuk Hera, ia masih bisa berpikir jernih untuk tidak menyakiti temannya itu, tetapi ia malah mengabaikannya.
“Gua harap lu gak akan melakukan hal-hal yang membuat orang sakit hati lagi. Gua tahu kita semua manusia gak mungkin sempurna, tapi berusaha untuk menjadi orang baik itu gak susah kok, Ra.”
“I know, i'm sorry. Gua gak akan mencoba membuat pembelaan apapun atas semua yang pernah gua lakuin ke lu. Gua jahat, gua akui. Dan lu tau sendiri semua yang gua lakuin ke lu itu gimana, entah dari mata kepala lu sendiri atau Javier yang cerita sama lu. Untuk itu gua minta maaf, dan gua harap lu bakal berlapang dada untuk maafin gua. Gua akan menerima semua akibat dari perlakuan gua ke lu, sekalipun lu gak mau lagi kenal gua, gua akan terima.”
Selene menghela nafas. Entah kenapa mendengar semua yang Hera katakan membuatnya lega. Mungkin ini semua yang ia butuhkan, berdamai dengan semua masalah dia.
“Gua maafin. But sorry, gua rasa gua gak bisa berteman lagi sama lu, Hera. Gua harap lu mengerti.”
“It's okay, Selene. Gua sangat mengerti kalau lu mau nya begitu.” Hera lalu berdiri dari tempatnya. “It is nice to know you.” kata Hera lalu berjalan meninggalkan Selene yang masih terduduk di mejanya.
Baru beberapa langkah Hera kembali membalikkan badannya menatap Selene.
“Selene,” panggil Hera. “Prabu love you, a lot. I never saw him this happy before.” katanya lalu kembali melangkah meninggalkan Selene yang tersenyum.