Dari Javier
Selene menatap sekeliling untuk menemukan kehadiran Javier. Karena ia tidak bisa menemukan keberadaan cowok itu, Selene memutuskan untuk menelpon Javier.
“Halo, Jav.” kata Selene begitu sambungan telepon tersambung. “Dimana? aku udah di Henshin.”
“Bentar, Sel. Masih di parkiran, nunggu gapapa ya?”
Selene mengiyakan lalu segera mengakhiri sambungan telepon keduanya.
Mungkin ada lima belas menit kemudian Javier lalu muncul dengan nafas yang terengah-engah.
“Sorry lama,” katanya sambil berusaha mengatur nafasnya.
“Gak papa.” Selene tersenyum simpul.
Javier lalu menyebutkan namanya pada salah satu pelayan, sebelumnya Javier telah memesan secara online di tempat ini.
Salah satu pelayan menuntun mereka ke salah satu meja di dekat jendela. Javier sengaja memilih meja ini agar mereka bisa melihat suasana senja Jakarta.
Setelah memesan makanan keduanya masih sibuk dengan handphone masing-masing. Javier masih bingung bagaimana mengawali pembicaraan dengan Selene. Sedangkan Selene sendiri sibuk membalas pesan Mama nya yang berpesan kalau jangan pulang terlalu larut.
“Congrats,” ucap Javier akhirnya membuat Selene mendongak menatap cowok di hadapannya. “Selamat buat sidangnya. Ikut wisuda yang bulan depan kan?” tanya Javier.
“iya, kamu gimana?” Selene balik bertanya.
“Aku juga, kamu tau kan papa aku gimana.” Javier terkekeh lalu membuang tatapannya pada langit diluar jendela yang membentang.
“You did well kok, Javier.” kata Selene lalu menepuk tangan Javier yang berada di atas meja.
Setelahnya pesanan keduanya datang. Ada obrolan ringan diantara keduanya, terkadang di selingi tawa entah dari Javier ataupun Selene. Keduanya masih sama, masih mentertawakan jokes soal Aksa yang gak bisa ngomong kwetiaw, atau Javier yang masih suka sering salah keluar jalan tol.
Kalau dilihat mungkin keduanya terlihat baik-baik saja, tetapi tidak ada yang tahu ada hati dan pikiran yang bergemuruh akibat harus memutuskan untuk melepaskan dengan ikhlas.
Setelah makan, Javier kembali mengurungkan niatnya untuk berbicara saat melihat Selene yang tengah menikmati pemandangan malam dari luar jendela.
“Dulu kamu sering banget bilang pengen makan di Henshin.” kata Javier membuat Selene menatapnya.
“Selene,” Javier berdehem. “Aku tau hubungan kita udah selesai dari lama, tapi kayaknya aku belum pernah minta maaf atau ngejelasin yang harus aku jelasin secara properly ke kamu.”
Selene tersenyum. “It's okay, maaf nya kamu waktu itu udah cukup.”
“No, let me explain please.” kata Javier. “Aku salah dan aku sadar saat itu, tapi jujur di pikiran aku saat itu cuma aku bosen sama hubungan kita. i'm not blaming you, masalahnya cuma ada di aku yang gak bisa puas sama apa yang aku punya. And then there's Hera.”
Javier terdiam cukup lama, seperti menimang apakah ia harus berkata ini atau tidak.
“Ada dia di saat aku lagi begitu. Ya you know, sekali udah brengsek baka tetap terus brengsek. Jadi yang aku pikirin saat itu adalah, oh aku mungkin bisa sedikit have fun sama Hera, toh dia teman aku dan kamu teman dia. Aku pikir nothing wrong with that. Terus dia mulai nemanin aku latihan, aku mulai nemenin dia saat dia butuh, dan aku mulai keseringan bareng dia dan juga pasti sering bohong ke kamu.
Kadang aku sempat mikir, aku boleh gak ya begini, Selene bakal gimana ya kalau aku begini, atau apa aku harus jujur aja ya sama Selene. But back again, kalau aku ketemu kamu, rasanya tuh kayak, oh well we through a lot ups and downs dan aku gak mungkin ninggalin kamu begitu aja.
Sampai akhirnya, i slept with her. I'm so sorry, Selene. Aku bener-bener minta maaf soal ini, aku gak punya pembelaan apapun karena memang aku salah. Walau kita berdua sama-sama drunk waktu itu, tapi aku salah karena udah mabuk sama dia dan gak jujur ke kamu.”
Selene hanya bisa menatap Javier dengan segala keterkejutannya. Ia tidak mengira bahwa Hera dan Javier akan sejauh itu.
Jujur selama ini yang Selene pikirkan hanya mungkin Javier memang pernah tidur bareng Hera secara harfiah. Tetapi ia tidak pernah membayangkan kalau mereka sampai berhubungan badan.
“Selene,” panggil Javier mulai khawatir karena Selene hanya diam sedari tadi.
“Worse than i thought. Oh god, aku speechless, i'm sorry.”
Javier menggeleng. “No, it's okay.” Katanya. “Dan aku juga mau minta maaf buat segala perkataan aku yang gak pantas buat kamu. You deserve everything to make you happy, Selene. Be happy please.”
“You do, be happy. It's not a good thing Javier, jadi kalau punya pacar lagi jangan gitu.”
“I know, that's why i'm here. Aku minta maaf.”
Selene tersenyum. “Apologies accepted.”
Javier balik tersenyum. “Clear?” tanya Javier.
Selene menggeleng. “Sebenarnya i did something too.”
Javier hanya menatap perempuan di hadapannya bingung. Selene lalu terkekeh pelan.
“Sebenarnya selama kamu lebih sering sama Hera aku juga udah mulai dekat sama Prabu. Bukan dekat dalam artian aku sama dia lagi masa PDKT, not like that. It was just selama kamu gak ada kebetulan dia ada buat aku. Jadi kayaknya aku juga salah sama kamu karena dekat sama dia.”
“I see.” kata Javier lalu mengangguk pelan.
“i'm sorry.”
“it's okay, Selene. You don't have to.”
Terjadi keheningan beberapa saat diantara mereka. Sampai akhirnya Javier kembali angkat bicara.
“So you're still dating him.”
“I don't know, i think we are on a break.”
“Oh, didn't expect that from you two. Aku kira kalian yang lovey dovey aja tanpa masalah.”
“I wish that too, tapi kenyataannya gak seindah itu.” Selene terkekeh.
“he love you, Selene. More than i can.” kata Javier dengan wajah seriusnya.
“Tau dari mana?”
Javier tertawa lalu mengangkat bahunya. “Dunno, just man instinct. I just see it.”
Selene tertawa, ia lalu mengambil gelas wine miliknya yang sebelumnya tidak tersentuh sama sekali.
“We can still be friend, Jav.”
“I would love too, but i can't.” kata Javier. “It will took a very long time, or maybe forever to forget you if we're still be friend.”
Selene hanya terdiam menatap Javier yang tersenyum menatapnya.
“Is it a goodbye?”
“For good?” tanya Javier lalu mengangkat gelas wine nya.
Selene tersenyum lalu menabrakkan gelasnya dengan gelas Javier.
“For good.”