first and last place
Begitu Selene sampai ia kira dirinya yang pertama kali datang, tetapi saat ia mengedarkan pandangannya sudah ada Prabu yang duduk di sudut ruangan dekat jendela dengan laptop di hadapannya.
Selene langsung menghampiri pria itu dan duduk di hadapannya. senyumnya mengembang saat Prabu menatapnya.
“udah lama?” tanya Selene.
Prabu melepaskan kacamata yang bertengger di hidungnya. “no, sekitar sepuluh menit yang lalu.” jawab Prabu dengan senyum simpul.
hari ini Selene mengenakan semua barang yang Prabu berikan padanya, mulai dari dress, boots, tas, sampai aksesoris lainnya yang ia kenakan. Prabu yang mengenali barang itu langsung tersenyum lebar.
“you wearing that.”
Selene terkekeh, ia menatap tangannya. “see, you gave me too much. sampai aku bisa pakai satu badan.”
“it's okay, you deserve it.” kata Prabu. “udah pesen?”
Selene hanya mengangguk sebagai jawaban. tidak ada pembicaraan diantara mereka sampai akhirnya nama Selene di panggil oleh barista karena pesanannya telah siap.
Prabu dengan sigap mengambil pesanan gadisnya lalu kembali ke meja mereka.
“here,”
“thanks.” ucap Selene dengan senyum simpul.
Selene menyesap minuman yang ia pesan, sedangkan Prabu hanya memerhatikan gadisnya lamat-lamat dengan senyum simpul yang menghiasi wajahnya.
jujur saat ini ia ingin menghambur ke pelukan gadisnya itu, menghirup seluruh feromon Selene yang selalu membuatnya merasa tenang dan aman. tapi menilik bagaimana Selene bersikap saat ini membuat Prabu tersadar, gadis itu tidak ingin begitu dekat dengan Prabu.
“i'm sorry.” Prabu akhirnya angkat bicara karena sedari tadi Selene hanya sibuk membuang pandangannya, enggan menatap Prabu.
“aku salah dan aku minta maaf. aku gak punya pembelaan apapun tapi tolong biarin aku jelasin ke kamu.” ucap Prabu.
Selene hanya mengangguk mempersilahkan Prabu untuk bicara.
“awalnya aku memang gak mau datang ke funeral, karena aku merasa bukan ranah aku lagi untuk ada disana buat Hera. ofcourse aku ngucapin bela sungkawa ke Hera, but i didn't want to be there. sampai akhirnya papa aku telpon dan dia bilang kalau ternyata papa Hera adalah bawahan dia dahulu sewaktu papa kerja.”
“i swear to god, Selene, i'm being honest right now. gak ada satupun kata yang aku sampaikan itu bohong, trust me.” ucap Prabu.
Selene mengangguk. gadis itu sama sekali tidak meragukan apa yang Prabu ucapkan. ia percaya, sangat konyol untuk Prabu berbohong soal begini di umur sekarang.
“okay, i'm all ears. just tell me, aku gak akan raguin apa yang kamu kasih tau ke aku.” jawab Selene membuat Prabu menghela nafas lega.
“papa sama mama aku ada di Shanghai untuk saat ini, dan hal itu gak memungkinkan beliau untuk datang ke pemakaman papa Hera. akhirnya papa bilang ke aku untuk mewakilkan dia datang kesana. aku gak bisa nolak, Selene, aku manusia, gak mungkin aku nolak permintaan papa soal ini. dan juga aku gak pernah tahu kalau ternyata papa aku dan papa Hera kenal satu sama lain.”
Selene terdiam cukup lama, sampai membuat Prabu gusar. Prabu dengan hati-hati menggenggam tangan Selene yang berada di atas meja.
“love, please talk to me.” ucap Prabu, nada bicara pria itu penuh keputusasaan.
“may i?” tanya Selene yang di jawab anggukan oleh Prabu.
“kalau apa yang kamu lakuin sekarang ini agar aku gak sakit hati, well you choose a wrong way. i'm human too, Prabu. aku juga manusia beradab kayak kamu yang bisa berpikir pada tempatnya. aku gak akan mungkin marah kalau kamu datang ke pemakaman papa Hera, demi Tuhan.”
“i'm sorry,” hanya itu yang bisa Prabu ucapkan.
“aku tahu kamu punya masa lalu yang buruk, that's why you act like this. kamu berusaha ngelindungin apa yang kamu punya, am i wrong?”
Prabu tidak menjawab apapun sampai Selene kembali melanjutkan perkataannya.
“i'm okay for everything you are. even kamu gak bisa secepat itu untuk terbuka sama aku, aku gak masalah. but can you please being honest with me when i ask you something, please? aku cuma mau itu. aku gak suka di bohongi, well siapa yang suka di bohongi sih?”
“you have bad relationship with her, that's why.” ucap Prabu.
“i am, tapi bukan berarti kamu bisa bohong begitu untuk ngebuat aku gak terlibat lagi sama dia.” ucap Selene frustrasi. “yang bikin aku sakit hati saat ini bukan fakta kamu ketemu Hera, tapi kamu bohong sama aku.”
“baby, please.” Prabu mengeratkan genggaman tangannya pada Selene.
“no, i think this is clear. i know we are mature enough for this relationship, but the problem is we are not ready for this. kamu sama aku cuma nyakitin satu sama lain dengan mengatasnamakan melindungi.”
Selene menghela nafas. “jadi aku rasa kita harus pikirin lagi untuk lanjutin hubungan ini atau enggak.”
“i don't want this.”
“trust me i do. aku juga gak mau akhirnya begini. tapi Prabu, look at us. kamu yang gak bisa terbuka sama aku, dan akupun gak bisa terbuka sama kamu. kamu yang gak mau nyakitin aku dan aku yang gak mau bikin kamu repot sama keluhan aku. relationship isn't work like this.”
“aku sama kamu masih butuh waktu untuk nyembuhin diri masing-masing. we run when the fact is we should walk.”
“let's meet again when we found the better version of ourselves.”
Selene menarik tangannya dari genggaman Prabu. gadis itu tahu ada air mata di pelupuk mata pria di hadapannya. ia tahu mungkin suatu saat nanti ia akan menyesali keputusan ini. tetapi ia lebih tau Selene di masa depan akan lebih menyesal kalau harus memaksakan hal ini.
Prabu akhirnya menatap gadis di hadapannya. “wait for me.”
“i'll wait for you, always.”
and that's it, she walk away from him, for good, for not hurting each other, for everything she could save than sorry.