Union

Hari ini seperti yang di janjikan oleh Prabu, Selene ke Union jam tiga sore.

Selene sampai bela-belain dressed up karena ketemunya di Union.

Selene langsung saja menyebutkan nama Prabu ketika ada waiters yang mendatanginya. Waiters itu langsung menggiring Selene ke tempat Prabu duduk.

“Siang, Selene.” Kata Prabu begitu melihat Selene.

Anjir, kayak ketemu sama pejabat aja gua. Batin Selene.

Selene lalu memberikan jas milik Prabu yang telah ia laundry. Prabu langsung menerima jas yang berada di dalam paper bag.

“Thank you, Selene. And this is your bag, ya. Untuk gantiin tote bag kamu yang ketumpahan kopi saya juga.”

Selene melotot begitu melihat nama yang tertera di paper bag yang Prabu berikan.

“Om, ini serius? Gila aja tote bag dua puluh ribu saya di ganti pake tas Guess?”

Mata Selene masih melotot saat Prabu malah terkekeh kecil.

“Well, it's my treat then.”

Selene menghela nafas, tetapi ia meraih paper bag tersebut dengan senyuman di wajahnya. Yakali gak di ambil, mubazir banget, begitu batinnya.

“Kamu mau pesan apa? Saya udah pesan duluan tadi kebetulan.” Kata Prabu sambil menyodorkan menunya.

“Red velvet cake boleh gak sih, om?”

“Sure.”

Prabu memanggil waiterss dan menyebutkan pesanan milik Selene.

“Jangan panggil saya om, by the way. Saya gak setua itu.” Prabu angkat bicara begitu waiterss tersebut pergi.

“Sorry sebelumnya, emang om umur berapa dah?”

“Twenty eight. Not that old, kan?”

“Still, age gap kita jauh banget om. Gak sopan, ntar.” Jawab Selene tidak setuju.

Waiterss yang datang membuat obrolan mereka terpotong. Begitu waiterss tersebut pergi setelah mengantar pesanan, Prabu memberikan tisu serta garpu dan pisau kepada Selene.

“Here,” katanya. “Emang kamu umur berapa?”

“Masih dua puluh satu.”

Prabu hanya mengangguk sambil memakan pasta miliknya. Hari ini dia belum ada makan siang, makanya sedari tadi perutnya sudah keroncongan.

“Tapi muka om tuh agak familiar tau.” Kata Selene sambil menatap wajah Prabu lamat.

“Oh ya? Mungkin kamu pernah liat saya di tinder. Banyak faker yang pakai foto saya soalnya.”

“Dih? Saya aja gak main tinder.”

Prabu mengelap mulutnya dengan tisu lalu meraih minum miliknya sebelum menjawab Selene.

“Oh, nevermind. Kamu kuliah berarti. I guess, UI?”

“Yoi,” Selene menaik turunkan alisnya sambil tersenyum bangga. “Keliatan gak sih saya tuh anak UI?”

“Bukan anak mama papa kamu?”

“Jayus banget dah.” Selene berdecih lalu lanjut memakan red velvet miliknya.

“Jurusan apa? Saya S2 juga di UI dulu.”

“Too much information, please.” Selene menginstrupsi perkataan Prabu.

Masalahnya mereka nih baru kenal, takutnya nanti Prabu malah orang jahat.

Prabu mengangkat bahunya. “Okay,” katanya santai.

“Tapi om tuh S2 di UI emang prodi apa?”

“Katanya too much information? Gimana sih?” Prabu giggling.

“Oh iya.” Selene nyengir lalu kembali memakan red velvet cakenya. “Ini bill nya sendiri-sendiri kan?”

“My treat.”

“Your treat mulu. Ntar minta balas budi pusing gua.”

Prabu tertawa. Sore ini kayaknya Prabu banyak tertawa karena Selene. Padahal tadi dia merasa capek banget.

“Kalau merasa hutang budi ya traktir balik aja, Selene. You have my number, bisa hubungi langsung.”

“Ih serius ini?”

Prabu menggeleng pelan. “Enggak kok.”

Keduanya terdiam beberapa saat sebelum akhirnya Prabu angkat bicara.

“Saya boleh follow twitter kamu gak? Lucu banget soalnya kalau nge-tweet.”

“Hah? Jangan lah.”

Prabu tertawa, ia lalu merogoh jasnya dan mengeluarkan handphonenya lalu ia perlihatkan layar handphonenya yang menyala pada Selene.

“Udah saya follow sih sebenarnya.”

“Ih, jangan lah om. Unfollow aja.”

“Suka-suka saya dong.” Kata Prabu segera menjauhkan handphonenya begitu Selene mencoba merebut.

“Gak bakal saya followback.”

“Ya gak papa, saya cuma mau liat tweet kamu aja.”

“Ga jelas.”

“Iya, saya juga heran sendiri ini saya kenapa, ya?”