Way Home

Prabu tertawa begitu Selene berlari berhambur menuju pelukannya.

“never thought you gonna be this clingy to me.” Prabu terkekeh dengan tangannya yang mengelus rambut Selene.

sebelum ia melepaskan pelukannya, pria itu menyempatkan untuk mengecup dahi Selene seklias lalu menggiring Selene masuk kedalam mobilnya.

“udah makan?” tanya Prabu seketika saat ia sudah menduduki kursi kemudinya.

“belum, sengaja. aku pengen makan di warteg deket kampus aku deh.”

“boleh. jam segini masih buka emang?”

“masih, mereka buka dua puluh empat jam kok.”

Prabu mengangguk, ia lalu melajukan mobilnya ke tempat makan yang Selene maksud.

butuh waktu sekitar satu jam untuk mereka makan. sehabis itu mereka langsung pergi dari tempat itu.

“mau langsung ke apart kamu?” tanya Selene.

“mau ke Tanah Abang dulu.” jawab Prabu singkat.

“kok?”

“inget gak dulu aku cerita soal apartemen aku yang di Anandamaya. itu kan kosong, sayang. sebenarnya emang gak ada rencana untuk aku jual.” jelas Prabu.

lalu lintas hari ini lumayan macet karena sudah memasuki akhir pekan. jadi Prabu mempunyai kesempatan untuk memandang wajah kekasihnya selagi berbincang.

“terus?”

“daripada kosong, kamu tempatin aja mau gak? itu udah atas nama aku juga. ya kalau di banding apartemen yang aku tempatin sih emang gak seberapa, tapi itu nyaman kok buat kamu tinggalin.”

Selene menghela nafas kasar yang mana membuat Prabu menatap perempuan itu lekat.

Prabu sebenarnya tahu kalau Selene pasti akan menolak ide ini, tetapi membiarkan Selene sendiri di kosnya, Prabu merasa kurang yakin.

“sayang, listen. gak kok, ini aku gak ngasih apartemen itu buat kamu. aku cuma mau kamu aman. you know, Javier kan udah tahu soal kost kamu. terus kost kamu juga kost campur, jadi kemungkinan Javier bisa tiba-tiba nyamperin kamu tuh lumayan besar. terus aku juga gak bisa jagain kamu terus kan mulai bulan depan karena aku harus balik ke lokasi.”

Selene masih enggan menatap Prabu, yang mana membuat Prabu kini menepikan mobilnya. kebetulan malam ini Prabu memutuskan untuk tidak melewati tol, atas usul dari Selene.

Prabu meraih tangan kekasihnya. “love, look at me.” ucap Prabu dengan pelan.

“i'm not trying to make you uncomfort. i'm so sorry kalau kamu gak nyaman atas tawaran aku barusan. kamu bisa nolak kok Selene kalau memang kamu merasa gak suka. tapi, please, i beg you, mau ya tinggal disana? at least aku bisa kerja dengan tenang kalau kamu ada disana.”

“aku bisa jaga diri sendiri.”

“i know, i trust you, sayang. kamu sangat bisa jaga diri kamu sendiri. yang gak aku percaya adalah orang-orang lain yang mungkin bisa jahatin kamu.”

Prabu mengulurkan tangannya untuk menarik dagu Selene sehingga Selene kini menatapnya.

“kamu gimana sih? kemarin rencana kamu kan gak gitu. aku gak enak kalau harus ninggalin apartemen kamu sendirian.” jelas Selene begitu dia menatap Prabu yang kini menatapnya dengan tatapan teduhnya.

“aku gak mungkin ngajak kamu tinggal bareng. of course i really want that, so bad. tapi you know, society sometimes sucks. aku gak mau kamu kelihatan buruk di mata orang lain.”

Selene hanya terdiam. Prabu paham, perempuan itu pasti kini merasa bingung. jadi ia memutuskan untuk memberi Selene waktu untuk memutuskan.

“it's up to you, sayang. kita malam ini cuma nginep aja disana, kalau kamu emang gak nyaman kamu bisa balik lagi kost kamu. tapi kalau kamu emang mau tinggal disana, i would be so happy with that.”

Prabu lalu mengecup tangan Selene yang sedari tadi ia genggam.

“take your time, love. you know, i always got your back.” kata Prabu sebelum ia mulai melajukan mobilnya.