“Happiest birthday, sayang.”
Suara serak khas bangun tidur milik Giandra mengalun lembut ditelinga Kayana. Kayana menggeliat, cewek itu sebenarnya sudah bangun tetapi masih terlalu malas untuk membuka matanya. Kayana masih bisa merasakan tangan Giandra yang melingkari perutnya, ia bahkan merasakan hembusan nafas Giandra ditengkuk lehernya.
“We need to wake up.” Giandra kembali berbisik yang kali ini berhasil membuat Kayana membuka matanya.
“Jangan bisik-bisik gitu ah.”
Giandra tertawa, membuat Kayana ikut tersenyum.
Hari ini adalah ulang tahun Kayana yang ke dua puluh lima tahun, dan ini adalah kali kelima Kayana merayakan ulang tahunnya bersama Giandra. Tidak banyak yang berubah dari mereka kecuali umur yang bertambah. Kalau ditanya hubungan mereka seperti apa sekarang, mereka berdua masih sama seperti lima tahun lalu saat masih berada di kehidupan kampus.
“Kay, jangan tidur lagi.” Giandra kembali berbicara saat tidak merasakan tanda-tanda sudah bangun dari rasa kantuknya.
“Let the birthday girl have her peaceful day.”
“No, no. We really need to wake up, sayang.” kata Giandra malah mengeratkan pelukannya pada Kayana.
“Mau kemana sih emang?”
Kayana bisa merasakan Giandra tersenyum ditengkuknya, membuat bulu kuduk cewek itu meremang.
“Puncak.”
Kayana mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru. Sekarang jam menunjukkan pukul dua belas siang, walau hari tampak cerah tetapi Kayana tidak merasa kepanasan, mungkin karena ini adalah Puncak Bogor.
Giandra tidak bercanda dengn perkataannya bahwa mereka harus ke Bogor. Entah sejak kapan cowok itu merencanakan ini semua, Giandra menyewa villa yang lumayan besar. Awalnya Kayana mengira hanya mereka berdua yang ada di villa ini, tetapi tidak lama kemdian datang rombongan lain.
Tidak lain dan tidak bukan adalah Athena, Gathra, Rayden, Julian, Amar, Alora, dan Elle pacar Amar. Semua orang lalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Rayden dan Athena yang tiba-tiba ke kebun teh, Julian yang sedang bermain PS dengan Giandra, Gathra dan Amar yang sedang berenang, sampai Alora dan Elle yang sedang ngeteh cantik dipinggir kolam.
Kayana yang baru saja keluar dari kamarnya memutuskan untuk bergabung dengan Alora dan Elle. Elle melemparkan senyumannya begitu mendapati kehadiran Kayana.
“Hei birthday girl.” Alora menjadi orang pertama yang menyapa Kayana.
Kayana hanya tersenyum lalu mengucapkan terima kasih. Ia lalu medudukkan dirinya disamping Alora.
“Villa nya bagus banget, Kay. Ini si Gian tau darimana?” tanya Alora.
“Aku juga nggak tau kak.”
“Happy birthday ya, Kay.” kali ini Elle yang memberi ucapan selamat ulang tahun untuk Kayana.
Kayana kembali mengucapkan terima kasih sebelum ketiganya tenggelam kedalam obrolan yang tidak jauh dari seputar gosip para sselebriti atau orang-orang sekitar mereka.
Dimalam hari, mereka mengadakan barbeque dihalaman villa. Awalnya hanya makan-makan saja, sampai akhirnya Rayden mengeluarkan minuman beralkohol yang ia simpan didalam kulkas villa.
“Anak pinter.” Julian memuji Rayden sambal mengelus rambut cowok itu sebagai bentuk apresiasi.
Rayden hanya memamerkan cengirannya lalu membuka botol minuman tersebut, ia tumpahkan ke gelas yang sudah disediakan oleh para cewek-cewek sebelumnya.
“Nih,” Rayden menyodorkan gelas yang sudah terisi hampur setengah kepada Giandra.
Giandra yang duduk disamping Kayana sempat melirik pada kekasihnya itu. Ia lalu menggeleng sebagai jawaban.
“Lagi nggak mood minum.”
“Idih, gaya bener lo.” Amar menanggapi dengan nada yang bitter.
“Lo beneran udah tobat nih?’ Julian bertanya mengundang tawa Gathra dan Alora.
Giandra kembali melirik Kayana, sementara Kayana hanya tersenyum pura-pura tidak tahu kalau sedari tadi Giandra terus meliriknya.
“Nggak anjir, beneran lagi nggak mood minum aja gue.”
“Oke-oke.” Rayden mengangguk. “Yaudah berarti ini buat Kayana aja.”
Kayana menggeleng pelan. “Nggak kak, aku lagi ngurangin alkohol.”
Mendengar itu Giandra menyeringai lalu merapatkan dirinya pada Kayana. Tangannya yang awalnya hanya berada dibahu Kayana, berpindah jadi berada dipinggan cewek itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam, satu persatu dari mereka mulai masuk ke kamar masing-masing. Yang menjadi orang pertama yang masuk ke kamar adalah Julian, karena ia satu-satunya yang tidak mengajak pacarnya, dan ia muak kalau harus melihat orang pacaran.
Lalu disusul oleh Amar dan Elle, tidak lama Rayden dan Athena. Yang terakhir adalah Alora dan Gathra, walau sempat heboh karena Alora tiba-tiba berkata ingin berenang.
Dan sekarang hanya tersisa Giandra dan Kayana yang berada dihalaman villa. Tidak ada obrolan diantara mereka, hanya ada Giandra yang bernyanyi kecil sedari tadi.
“Every year we get older and i’m still on your side.”
Kayana tersenyum mendengar penggalan lagu milik Niki. Cewek itu lalu berdiri dari tempatnya duduk membuat Giandra mendongak menatapnya.
“Mau kemana?”
“Mandi, gerah banget.”
“Oh yaudah duluan aja, aku beresin ini dulu. Ntar aku nyusul.”
“Nyusul mandi?” Kayana bertanya membuat Giandra tidak tahan untuk tidak menyeringai.
“Should i?”
Kayana tertawa lalu melangkah meninggalkan Giandra.
Sesampainya dikamar Kayana segera mandi, badannya benar-benar lengket karena sedari datang di villa sampai sekarang ia belum mandi.
Setelah memakan waktu setengah jam akhirnya Kayana menyelesaikan mandinya. Cewek itu lalu keluar dari kamar mandi dan menemukan Giandra yang tengah duduk ditepi kasur. Ia juga mendengar lagu yang mengalun cukup merdu entah darimana.
“Wow,” Giandra berdecak takjub saat melihat Kayana.
“Wow what?”
Giandra menyeringai, menatap Kayana dari atas sampiai bawah. Giandra hafal sekali kalau kemeja putih yang Kayana gunakan saat ini dalah kemeja miliknya. Kentara sekali karena Kayana tenggelam termakan oleh kemeja milik Giandra yang lebih besar dari tubuhnya.
“Kamu mau mandi?”
“Aku udah mandi tadi sore.”
Giandra tersenyum lalu memposisikan dirinya senyaman mungkin diatas kasur. Cowok itu duduk berselonjor dengan kepalanya yang menyandar pada headboard, menatap Kayana dengan pandangan memuja. Tidak asa sepatah katapun yang keluar dari mulut cowok itu. Tetapi walau begitu, dari matanya yang menatap Kayana sampai dengan senyuman yang menghiasi wajah Giandra, hal itu sudah cukup membuat Kayana tersipu.
“Come here.” Giandra menepuk pahanya yang kosong, mengisyaratkan Kayana untuk duduk dipangkuannya.
Kayana menurut, cewek itu melakngkah sampai akhirnya mendududkkan dirinya dipangkuan Giandra.
Giandra tersenyum, tangannya terangkat membela pipi Kayana. Kayana menarik nafasnya saat merasakan tangan dingin Giandra membelai pipinya, entah kenapa rasanya seperti terserang sengata listrik yang membuat bulu kuduk Kayana meremang.
“What?” Kayana bertanya karena Giandra hanya terus menatapnya tanpa mengatakan sepatah katapun.
“I have no idea how lucky i am to have you.” kata Giandra, tangan cowok itu beralih ke paha Kayana dan mengusapnya. “You look unreal, baby.”
Kayana tergelak lalu menahan tangan Giandra yang terus naik menuju tempat paling sensitif milik Kayana.
“Oh shut up.”
“Make me.” Giandra menyeringai.
Seperti mendengar komando, Kayana langsung memajukan dirinya, mempertemukan kedua bibir milik mereka. Apakah Kayana pernah bilang bagian yang paling ia suka saat mencium Giandra adalah cowok itu selalu tersenyum disela ciuman mereka.
Lagu yang sebelumnya terputar bahkan tidak terdengar lagi dengan jelas ditelinga mereka. Hanya ada suara decakan bibir mereka yang memenuhi ruangan. Giandra hampir kehilagan kewarasannya saat Kayana tidak sengaja menggerakkan pinggulnya, menyenggol milik Giandra dibawah sana.
Giandra memeluk pinggang Kayana, menahan agar cewek itu tetap diam dan tidak banyak bergerak. Sementara tangan Kayana berpindah ketengkuk Giandra, memperdalam ciuman keduanya.
Giandra memperlakukannya dengan sangat hati-hati, walau nafas cowok itu memburu tetapi Kayana dapat merasakan kelembutan dari Giandra. Cowok itu menelusupkan lidahnya mengabsen satu persatu anggota mulut Kayana, membelai tiap bagian sampai akhirnya Kayana mendorong dada Giandra karena kehabisan nafas.
Kayana tidak diberi istirahat sama sekali karena Giandra segera menenggelamkan wajahnya diceruk leher Kayana.
“Oh God,” satu lenguhan lolos dari bibir ranum milik Kayana karena merasakan lidah Giandra menyapu leher jenjangnya.
“Ian,”
Kayana tercekat saat merasakan hisapan dilehernya yang disebabkan oleh Giandra.
“Mmm-hmm baby?” Giandra bahkan tidak merasa terganggu dan melanjutkan kegiatannya. “Feels good?”
Kayana tidak menjawab tetapi Giandra tahu jawabannya saat ia merasakan surainya ditarik oleh tangan mungil milik kekasihnya.
Kayana tidak tahu berapa tanda kemerahan yang ditinggalkan Giandra dilehernya. Kewarasannya sudah dibabat habis oleh Giandra karena kelakuan cowok itu.
Kayana memejam sampai akhirnya Giandra menarik kepalanya membuat Kayana merasa kosong.
Giandra mengangkat tubuh Kayana, mendudukkan cewek itu diatas kasur. Hal ini membuat Kayana mengernyit heran.
“Finished?”
“Not yet, tadi bahkan belum bisa dibilang appetizer.”
Tawa Kayana pecah mendengar jawaban Giandra. Tetapi hilang begitu saja saat Giandra menanggalkan atasannya membuat cowok itu jadi bertelanjang dada, mengekspos dada bidangnya dan bahunya yang lebar.
Seperti yang Giandra tebak, tangan Kayana terulur untuk mengusap tato milik Giandra yang berada di dada, tepat dibagian jantung. Tato itu adalah tato pertama milik Giandra. Tato nama tengah Kayana, yaitu Akasa yang ditulis dalam aksara Jawa.
“I know this is will happen, so i choose to not drink alcohol.” kata Giandra yang kini mengukung Kayana yang berbaring dibawahnya.
“You still remember.”
“I do, you don’t like drunk sex.”
Kayana tertawa lalu mengangguk. Giandra membelai wajah kekasihnya, mengabsen satu persatu, mulai dari mata, hidung, dan terakhir bibir ranum milik Kayana.
“I’ll take control for now.” Giandra berbisik dengan suara serak. “Enjoy my service ma’am.”
Kayana tersenyum saat bibir milik Giandra kembali menjemput bibirnya. Kali ini ciumannya terasa lebih menuntut dan terkesan terburu-buru. Tetapi walau begitu Giandra tetap melakukaknnya dengan penuh kelembutan, berusaha untuk tidak membuat Kayana terintimidasi.
Tangan Giandra tidak tinggal diam. Ia membuka satu persatu kancing kemeja kekasihnya sampi akhirnya dada Kayana terekspos dengan jelas.
“Good girl,” Giandra mengecup kening Kayana saat menyadari bahwa Kayana tidak memakai bra. “You make it easier for me.”
“Aaahh, Ian.” lenguhan Kayana lolos saat Giandra meremat halus bagian dada Kayana.
Giandra menyeringai lalu kembali menjemput bibir Kayana, menggigit pelan bibir bagian bawah Kayana agar memberi lidah Giandra akses untuk kembali mengabsen rongga mulut Kayana.
Kayana melarikan tangannya ke rambut Giandra yang mulai gondrong, menarik pelan surai cowok itu sebagai pelampiasan karena merasakan Giandra memberi sedikit tenaga tambahan pada rematan di dadanya.
“God…”
Puas dengan bibir Kayana, giandra kini beralih ke leher jenjang cewek itu. Kembali memberikan jilatan dan hisapan yang meninggalkan bekas kemerahan.
“Stay still, Kayana.” suara bariton milik Giandra terdengar karena kaki Kayana tidak bisa diam dan menyentuh milik Giandra dibawah sana.
Tubuh Kayana seperti dihantarkan jutaan volt listrik secara bersamaan saat merasakan bibir Giandra membelai tulang selangkanya. Memberi kecupan basah disana dan sesekali mengigit membuat Kayana melenguh nikmat.
Kecupan Giandra terus turun sampai akhirnya mendarat dibagian dada milik Kayana. Tangan cowok itu tidak tinggal diam, tangannya bergerak kesana kemari menjelajahi seluruh tubuh Kayana seperti mengabsen satu persatu anggota tubuh Kayana.
Sampai akhirnya tangan Giandra berhenti ditempat paling sensitf milik Kayana. Nafas Kayana tersentak membuat Gandra mendongak untuk menatap kekasihnya.
“There it is, my favorite view.” batin Giandra saat mendapati Kayana memejamkan matanya dengan wajah yang memerah, rambutnya menyebar mengelilingi bantal yang ia kenakan.
Jari Giandra terus bergerak dibawah sana, dengan mata yang tertuju pada Kayana. Wajahnya penuh dengan seringai kemenangan karena melihat pemandangan dihadapannya.
Giandra kembali menghujani dada Kayana dengan ciuman, terus turun kebawah sampai ke perut cewek itu. Sampai akhirnya nafas Kayana memburu karena merasakan embusan nafas Giandra yang panas disana, tangan Giandra masih mengusap bagian pusat Kayana dengan pola yang sama berulang kali membuat Kayana kehilangan kewarasannya.
Kayana menopang dirinya dengan tangannya, mencoba untuk menatap Giandra dibawah sana.
Giandra menatapnya dengan tatapan yang terkesan polos, sangat berbanding terbalik dengan kegiatan yang sedang mereka lakukan saat ini.
“Can i?”
“Can what?”
“Eat you out.”
Giandra menyeringai saat mendapatkan anggukan dari Kayana.