Truth Be Told
Sudah menghabiskan sekitar dua puluh menit untuk Giandra dan Kayana menjelaskan konsep seminar yang mereka adakan kepada mama Gathra
Sebenarnya tanpa di minta pun mama Gathra pun akan setuju jika Giandra yang memintanya untuk datang. Mama Gathra sedari dulu ingin sekali mencoba untuk menjadi lebih dekat dengan Giandra, ia mencoba segala hal, namun tetap saja Giandra masih memberi batas antara mereka.
“Kalau sekiranya Tante gak ada waktu, nanti aku coba sama yang lain buat cari pembicara lain.” kata Giandra lalu menutup laptopnya yang tadinya menampilkan garis besar acara.
“Bisa kok, Gian. Tante belakangan ini juga lagi agak lowong.” jawab mama Gathra dengan segera.
“Makasih ya Tante.” kata Kayana.
“Tadi tema nya penghukuman pada pelaku kekerasan anak dan perempuan ya?” tanya mama Gathra yang mengundang anggukan kepala dari Giandra dan Kayana.
“Nanti PPT nya bakal tante kirim ke Gian aja ya.”
Setelah itu mama Gathra pamit untuk ke kamarnya karena kebetulan ia juga baru pulang dari kantor saat Giandra dan Kayana sampai.
Gathra yang sedari tadi memerhatikan mereka dari ruang makan langsung berlari menghampiri saat keduanya tengah bersiap untuk pergi.
“Kay, tunggu dulu. Gue mau ngomong.”
Kayana dengan panik langsung berdiri di belakang Giandra yang sebelumnya lebih dulu berdiri. Giandra yang paham akan situasinya langsung memasang badan melindungi Kayana.
“Bang gue mau ngomong sama Kayana.” kata Gathra. “Please, talk to me.” sambung cowok itu sambil menatap Kayana yang bersembunyi di belakang badan Giandra.
Giandra sedikit menolehkan kepalanya menghadap Kayana. “Mau ngomong sama Gathra?”
Pertanyaan Giandra di jawabi oleh gelengan kepala oleh Kayana. Giandra kembali menatap Gathra, kali ini salah satu tangannya menggenggam tangan Kayana.
“Nanti aja, dia lagi gak mau ngomong sama lo.”
“Kay, please.” Gathra melangkah membuat Giandra dan Kayana otomatis mundur menjauh.
Giandra menahan Gathra dengan satu tangannya lagi. “Respect her, Gathra. Dia gak mau ngomong sama lo.”
“Bentar aja, bang.”
“Gathra.” suara Giandra kali ini terdengar lebih serius. “Don't act like an asshole. Respect her. Your mom is watching.” kata Giandra.
Mama Gathra yang sedari tadi berdiri di tangga karena mendengar suara ribut Gathra akhirnya mendekat pada anaknya.
“Gathra.” panggil mama nya. “Jangan di paksa kalau dia gak mau.”
“Tapi aku perlu-”
“Gathra Adrian, mama sudah cukup jelas ngedidik kamu untuk menghargai keputusan perempuan apapun itu bentuknya.” kata mama Gathra.
Gathra menghela nafas lalu menatap Kayana yang masih bersembunyi di balik badan Giandra.
“Oke, i'll talk to you then.” kata Gathra ke Giandra.
“I like her too, i know it's too late to say this. But i just want to let her know, that i like her too.”
Giandra menghela nafas. Kayana bisa merasakan genggaman tangan cowok itu menguat dari sebelumnya.
“Who's said that to you?” tanya Giandra.
“Gak perlu tau.”
“Siapa yang bilang, Gathra?”
“Fine. Grace told me. Gue juga gak tau dia tau hal ini dari siapa. Dia cuma bilang kayaknya Kayana suka sama gue.”
“Ian,” Giandra menoleh begitu mendengar suara lirih Kayana memanggil namanya. “Bisa pergi sekarang gak?”
“Oke,” Giandra lalu kembali menatap Gathra. “Gak usah maksa Kayana ngomong sama lo kecuali dia memang mau. I warn you.”
“Aku balik dulu, Tante.” kata Giandra berpamitan pada mama Gathra sebelum pergi.
Keduanya lalu pergi meninggalkan kediaman Giandra. Gathra hanya bisa menatap punggung Kayana yang di rangkul oleh Giandra.
Sejak kapan mereka berdua sedekat itu, pikir Gathra.
Di dalam mobil perjalanan ke rumah Kayana, keduanya hanya terdiam. Hanya ada lagu milik Jeff Bernat yang mengalun merdu di mobil Giandra. Kayana sendiri tidak tahu harus bagaimana setelah mendengar perkataan Gathra. Ia merasa bersalah pada Giandra karena menuduh cowok itu.
Kayana lalu melirik Giandra saat mobil cowok itu memasuki pagar perumahan tempat Kayana tinggal.
“Di block aja kalau gak mau di ganggu.”
“Hah?”
Giandra melirik Kayana sekilas. “Gathra. Kalau gak mau di ganggu sama dia, block aja.” kata cowok itu.
Mobil Giandra lalu berhenti di halaman rumah Kayana. Cowok itu tidak mengatakan sepatah katapun saat Kayana mengucapkan terima kasih dan turun dari mobilnya.
Mobil Giandra tidak bergerak sampai Kayana masuk dalam rumah. Dan masih tidak bergerak saat cewek itu mengintip lewat jendela dan memutuskan untuk mengirim pesan singkat.
“Maaf, Ian.”